PENGERTIAN
ANEMIA dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di
bawah 11 gr% pada trimeter 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimeter 2.
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena dalam kehamilan keperluan
akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan
sumsum tulang.
Darah
bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.
Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan itu adalah
plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Pengenceran
darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan
bermanfaat bagi wanita hamil. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia
tersebut, keluaran jantung juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan
apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga
tekanan darah tidak naik.
Frekuensi
ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi, yaitu 63,5%, sedangkan di
Amerika Serikat hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap
ibu hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi besi ibu hamil di Indonesia.
Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi
besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
Etiologi Terjadinya Anemia
Menurut
Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah :
- Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
- Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
Disebabkan
karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.
- Kurang Zat
Besi Dalam Diet
Diet
berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita
anemia karena diet.
- Mal
Absorbsi
Penderita
gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi
karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti
kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.
-Kehilangan banyak darah : persalinan yang lalu, dan lain-lain
Semakin
sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak
kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal,
maka setiap kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan
menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.
-
Penyakit-Penyakit Kronis
Penyakit-penyakit
kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat menyebabkan anemia.
Pengaruh Kurang Baik
Kebutuhan ibu selama
kehamilan adalah 800 mg besi, di mana 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg
untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian, ibu membutuhkan tambahan sekitar
2-3 mg besi/hari. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan anemia defisiensi
besi, misalnya: infeksi kronik, penyakit hati, dan thalasemia.
Anemia dalam kehamilan
memberi pengaruh kurang baik bagi ibu dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas
dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah
keguguran, kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim
di dalam berkontraksi, perdarahan pasca-melahirkan karena tidak adanya
kontraksi otot rahim, syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca-bersalon,
serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Di
samping itu, hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian pada
ibu pada persalinan yang sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.
Anemia dalam kehamilan
juga memberikan pengaruh kurang baik bagi hasil pembuahan (konsepsi) seperti:
kematian mudigah, kematian perintal, bayi lahir prematur, dapat terjadi cacat
bawaan, dan cadangan besi yang kurang. Sehingga anemia dalam kehamilan
merupakan sebab potensial kematian dan kesakitan pada ibu dan anak.
Anema dalam kehamilan
dapat dibagi sebagai berikut: anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik,
anemia hipoplastik, dan anemia hemolitik. Anemia defisiensi besi merupakan
anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Anemia akibat kekurangan
zat besi ini disebabkan kurang masuknya unsur bagi dalam makanan, gangguan
penyerapan, gangguan penggunaan, dan karena terlalu banyak zat besi keluar
tubuh, misalnya pada perdarahan.
Keperluan terhadap zat
besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir. Apabila
masuknya zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka akan sangat mudah untuk
terjadinya anemia defisiensi besi, terutama pada kehamilan kembar. Untuk daerah
khatulistiwa seperti Indonesia, zat besi lebih banyak keluar melalui air peluh
dan melalui kulit.
Gejala
dan Tanda
Ibu hamil dengan
keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal,
perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Secara klinis dapat dilihat tubuh yang
pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
Guna
memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan
kadar hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan hemoglobin dengan
spektrofotometri merupakan standar. Hanya saja alat ini tersedia di kota.
Mengingat di Indonesia penyakit kronik seperti malaria dan TBC masih sering
dijumpai, maka pemeriksaan khusus seperti darah tepi dan dahak perlu dilakukan.
Gejala Yang Sering Terjadi
Kelelahan
dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas oksigen.
Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat
penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau riwayat
keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme
kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ
utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang
menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali dan
splenomegali.
Tes Laboratorium
Hitung sel
darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama
kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan
hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi,
eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber,
1994).
Klasifikasi
Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan
hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah :
1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%
1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%
2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%
3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%
4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%
Patofisiologi
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia.Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006).
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia.Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006).
Komplikasi Anemia Dalam Kehamilan
Komplikasi
anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan
pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :
Bahaya Pada Trimester I
Pada
trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan
congenital, abortus / keguguran.
Bahaya Pada Trimester II
Pada
trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan
ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum
sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu.
Bahaya Saat Persalinan
Pada saat
persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir
dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat
lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk,
2008).
Kebutuhan Tablet Besi Pada Kehamilan
Kebutuhan
tablet besi pada kehamilan menurut Jordan (2003), dijelaskan bahwa : Pada
kehamilan dengan janin tunggal kebutuhan zat besi terdiri dari : 200-600 mg
untuk memenuhi peningkatan massa sel darah merah, 200-370 mg untuk janin yang
bergantung pada berat lahirnya, 150-200 mg untuk kehilangan eksternal, 30-170
mg untuk tali pusat dan plasenta, 90-310 mg untuk menggantikan darah yang
hilang saat melahirkan.
Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar antara 440-1050 mg dan 580-1340 mg dimana kebutuhan tersebut akan hilang 200 mg (Walsh V, 2007) melalui ekskresi kulit, usus, urinarius. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata 30,00-40,00 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan meningkat secara signifikan pada trimester terakhir, yaitu rata-rata 50,00 mg / hari pada akhir kehamilan menjadi 60,00 mg / hari. Zat besi yang tersedia dalam makanan berkisar 6,00 sampai 9,00 mg / hari, ketersediaan ini bergantung pada cakupan diet. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilisasi simpanan zat besi dan peningkatan absorbsi.
Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar antara 440-1050 mg dan 580-1340 mg dimana kebutuhan tersebut akan hilang 200 mg (Walsh V, 2007) melalui ekskresi kulit, usus, urinarius. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata 30,00-40,00 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan meningkat secara signifikan pada trimester terakhir, yaitu rata-rata 50,00 mg / hari pada akhir kehamilan menjadi 60,00 mg / hari. Zat besi yang tersedia dalam makanan berkisar 6,00 sampai 9,00 mg / hari, ketersediaan ini bergantung pada cakupan diet. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilisasi simpanan zat besi dan peningkatan absorbsi.
Penatalaksanaan Anemia Kehamilan
Menurut
Setiawan Y (2006), dijelaskan bahwa pencegahan dan terapi anemia pada kehamilan
berdasarkan klasifikasi anemia adalah sebagai berikut :
a. Anemia Zat Besi Bagi Wanita Hamil
Saat hamil
zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada kehamilan
memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan
membentuk sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap
trimester berbeda. Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil
memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, oleh karena itu pada trimester kedua
dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat besi. Oleh karena itu pencegahan
anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi
sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari, selain itu wanita dinasihatkan pula untuk makan lebih banyak
protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin.
Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb
1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral (pemberian
ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr diberikan
secara intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb relatif lebih
cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat besi
mempunyai indikasi kepada ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum
pemberian rencana parenteral harus dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC.
b.
Anemia Megaloblastik
Pencegahannya
adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil maka ditambah dengan asam
folat, adapun terapinya adalah asam folat 15-30 mg / hari, vitamin B12 1,25 mg
/ hari, sulfas ferrosus 500 mg / hari, pada kasus berat dan pengobatan per oral
lambat sehingga dapat diberikan transfusi darah.
c.
Anemia Hipoplastik
Anemia
hipoplastik ini dianggap komplikasi kehamilan dimana pengobatan adalah tranfusi
darah.
d. Anemia Hemolitik
d. Anemia Hemolitik
Pengobatan
adalah tranfusi darah.
e.
Anemia Lain
Dengan
pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada
trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil
mengalami anemia, maka dilakukan pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet pada
ibu hamil di Puskesmas, artinya ibu hamil setiap hari mengkonsumsi 1 tablet
besi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar